Siapa bilang anak Indonesia cuma bisa main game saja. Anak Indonesia juga bisa buat game. Fahma Waluya Rosmansyah (12) adalah anak Indonesia yang masuk jajaran pembuat game dan ”software mobile” termuda di dunia!
Setidaknya saat ia dan adiknya, Hania Pracika Rosmansyah (6), memenangi lomba pembuatan ”software” Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia, Oktober lalu yang diikuti 16 negara.
“Buktikan kalau kamu bisa bikin aplikasi ponsel dalam lima menit?” Tanpa banyak gerak, Fahma dan Hania berembuk, menyambut tantangan Kompas. Fahma memberikan pilihan binatang apa yang akan dibuatkan grafisnya. Seorang relawan, anak kelas I SD, meminta Fahma membuat kupu-kupu.
”Tapi kupu-kupu kan enggak ada suaranya!” kata Hania, siswa kelas I SD di Bandung.
Fahma langsung bekerja di laptopnya. Dengan software Adobe Flash, ia menggambar sebelah sayap kupu-kupu menggunakan tetikus, sayap satunya lagi tinggal menduplikasi sehingga tak lebih dari satu menit rancangan grafis kupu-kupu selesai. Fahma mewarnai kupu-kupu yang kelak bisa bergerak. Kurang dari empat menit, animasi sudah tercipta, tinggal memasukkan suara.
Hania benar, kupu-kupu tak bersuara. Namun, Fahma tak kehabisan akal, dari mulutnya keluar suara ”keplek-keplek….” Suaranya lalu ia dekatkan pada laptop agar bisa terekam. ”Ini bukan suara kupu-kupu, tetapi bunyi kepak sayapnya,” kilah Fahma.
Ketika aplikasi itu diputar kembali, animasi berdurasi 10 detik itu muncul: seekor kupu-kupu warna-warni yang terbang mengepak-ngepakkan sayap bersuara ”keplek-keplek….” Animasi yang dibuat anak Indonesia dalam waktu lima menit. Fahma, siswa kelas I SMP di Bandung ini, memenuhi janjinya.
”Biasanya Hania yang menjadi dubber, pengisi suara berbagai aplikasi untuk ponsel yang diciptakan kakaknya,” kata Yusep Rosmansyah, ayah kedua kakak-adik itu, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Aplikasi lain yang dibuat Fahma tidaklah sesederhana kupu-kupu bersuara keplek-keplek. Jauh lebih rumit karena dia harus menyesuaikannya untuk aplikasi mobile yang bisa dinikmati pada ponsel.
Beberapa software yang diciptakan Fahma untuk ponsel, antara lain, Bahana (Belajar Huruf Warna Angka), DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawakal), Enrich (English for Children), Mantap (Matematika untuk Anak Pintar), dan Doa Anak Muslim (Prayers for Children).
”Pada saat adik saya berumur tiga tahun, ia sulit mengenali huruf. Lalu saya buatkan aplikasi sederhana di ponsel yang memungkinkan dia mengenali huruf, warna, dan angka. Soalnya, adik saya suka main-main dengan ponsel ibu,” kata Fahma.
Tak aneh kalau Fahma lalu membuat aplikasi di salah satu jenis ponsel Nokia berjudul ”My Mom’s Mobile Phone As My Sister’s Tutor” (Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku). Aplikasi itu ia buat dengan menggunakan Adobe Flash Lite.
Aplikasi lainnya, Enrich (English for Children), memungkinkan seorang anak lewat ponsel mempelajari bahasa Inggris dengan mudah. Fahma mengambil tokoh ”kodok” berkulit hijau untuk aplikasi ini.
Ada pilihan nama binatang dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, seperti sapi untuk cow dan singa untuk lion. Ketika kata cow dimunculkan, ia akan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan terdengar suaranya.
Pada Enrich, selain binatang (animals), Fahma juga melengkapinya dengan buah-buahan (fruits), sayuran (vegetables), furnitur (furniture), dan tubuh manusia (our body). Semuanya bisa diterjemahkan secara ulang alik dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya, lengkap dengan gerak, tulisan, suara, dan iringan musik.
Untuk kreativitas, Fahma tidak harus diajari oleh ayah atau ibunya, Yusi Elsiano. Contohnya saat Fahma membuat games mobile DUIT, ia memasukkan musik hasil permainan gitarnya.
Demikian juga pada Enrich dan Bahana, terdapat permainan gitar dia sendiri. Selain gitar, Fahma juga les komputer kepada seorang mahasiswa ITB, salah seorang murid ayahnya yang menjadi dosen ITB.
Yusep dan Yosi memberi peluang kepada kedua anaknya untuk berkembang. Semua karya Fahma tak ada yang dikomersialkan. Bahana dan Enrich bisa diunduh gratis di Ovi Store Nokia, sedangkan aplikasi lain bisa diunduh langsung dari blog milik ibunya, Perkembangananak.com.
Fahma mulai belajar aplikasi di Power Point saat duduk di kelas IV SD. ”Saya senang ngoprek dan nge-hack. Saya belajar Power Point sampai mentok sebelum belajar Adobe Flash untuk animasi,” kata Fahma yang memperdalam software untuk membuat aplikasi tiga dimensi dan belajar bahasa pemrograman C++.
Di APICTA, Fahma harus bertarung dengan siswa setingkat SMA. Ia mempresentasikan konsep di hadapan juri dengan aplikasi gerak buatannya yang memungkinkan presentasinya lebih menarik dan dinamis.
”Anak-anak Indonesia tak hanya bisa bermain PS (PlayStation), tetapi juga bisa membuat games sendiri yang keren,” kata Fahma tentang perlombaan yang diikutinya.
Software buatan Fahma dan Hania mengalahkan karya peserta dari negara lain dengan nilai ketat, yakni dengan karya peraih merit (runner up) SpringGrass karya Chung Hwa Middle School BSB (Brunei), Auto Temperature Descension Device by Solar Power karya Foon Yew High School (Malaysia), SimuLab karya Pamodh Chanuka Yasawardene (Sri Lanka), dan Destine Strategy karya Rayongwittayakom School (Thailand).
Pada akhir lomba, Fahma dan Hania menantang juri, sebagaimana ia menantang Kompas, mau dibuatkan animasi apa.
”Kok, anak ini berani menantang kami,” kata seorang juri, sebagaimana ditirukan Yusep.
Juri meminta Fahma dan Hania membuat gajah yang bisa bergerak lengkap dengan suaranya. Permintaan ini bisa diluluskan Fahma dalam waktu lima menit. Prestasi yang mendapat sambutan hangat juri dan peserta Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) saat itu.
”Saya bilang sama juri internasional, ’I have proven!’ Saya bisa buktikan bahwa anak-anak Indonesia tidak hanya bisa main games, tapi juga bisa bikin games sendiri,” kata Fahma.
Atas prestasi yang ”spektakuler” untuk anak-anak seusianya, Fahma dan Hania mencetak rekor baru sebagai peserta termuda yang berhasil meraih juara APICTA. Kedua kakak-adik ini juga tercatat sebagai pembuat aplikasi Nokia termuda di dunia!
Setidaknya saat ia dan adiknya, Hania Pracika Rosmansyah (6), memenangi lomba pembuatan ”software” Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia, Oktober lalu yang diikuti 16 negara.
“Buktikan kalau kamu bisa bikin aplikasi ponsel dalam lima menit?” Tanpa banyak gerak, Fahma dan Hania berembuk, menyambut tantangan Kompas. Fahma memberikan pilihan binatang apa yang akan dibuatkan grafisnya. Seorang relawan, anak kelas I SD, meminta Fahma membuat kupu-kupu.
”Tapi kupu-kupu kan enggak ada suaranya!” kata Hania, siswa kelas I SD di Bandung.
Fahma langsung bekerja di laptopnya. Dengan software Adobe Flash, ia menggambar sebelah sayap kupu-kupu menggunakan tetikus, sayap satunya lagi tinggal menduplikasi sehingga tak lebih dari satu menit rancangan grafis kupu-kupu selesai. Fahma mewarnai kupu-kupu yang kelak bisa bergerak. Kurang dari empat menit, animasi sudah tercipta, tinggal memasukkan suara.
Hania benar, kupu-kupu tak bersuara. Namun, Fahma tak kehabisan akal, dari mulutnya keluar suara ”keplek-keplek….” Suaranya lalu ia dekatkan pada laptop agar bisa terekam. ”Ini bukan suara kupu-kupu, tetapi bunyi kepak sayapnya,” kilah Fahma.
Ketika aplikasi itu diputar kembali, animasi berdurasi 10 detik itu muncul: seekor kupu-kupu warna-warni yang terbang mengepak-ngepakkan sayap bersuara ”keplek-keplek….” Animasi yang dibuat anak Indonesia dalam waktu lima menit. Fahma, siswa kelas I SMP di Bandung ini, memenuhi janjinya.
”Biasanya Hania yang menjadi dubber, pengisi suara berbagai aplikasi untuk ponsel yang diciptakan kakaknya,” kata Yusep Rosmansyah, ayah kedua kakak-adik itu, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Aplikasi lain yang dibuat Fahma tidaklah sesederhana kupu-kupu bersuara keplek-keplek. Jauh lebih rumit karena dia harus menyesuaikannya untuk aplikasi mobile yang bisa dinikmati pada ponsel.
Beberapa software yang diciptakan Fahma untuk ponsel, antara lain, Bahana (Belajar Huruf Warna Angka), DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawakal), Enrich (English for Children), Mantap (Matematika untuk Anak Pintar), dan Doa Anak Muslim (Prayers for Children).
”Pada saat adik saya berumur tiga tahun, ia sulit mengenali huruf. Lalu saya buatkan aplikasi sederhana di ponsel yang memungkinkan dia mengenali huruf, warna, dan angka. Soalnya, adik saya suka main-main dengan ponsel ibu,” kata Fahma.
Tak aneh kalau Fahma lalu membuat aplikasi di salah satu jenis ponsel Nokia berjudul ”My Mom’s Mobile Phone As My Sister’s Tutor” (Ponsel Ibuku untuk Belajar Adikku). Aplikasi itu ia buat dengan menggunakan Adobe Flash Lite.
Aplikasi lainnya, Enrich (English for Children), memungkinkan seorang anak lewat ponsel mempelajari bahasa Inggris dengan mudah. Fahma mengambil tokoh ”kodok” berkulit hijau untuk aplikasi ini.
Ada pilihan nama binatang dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, seperti sapi untuk cow dan singa untuk lion. Ketika kata cow dimunculkan, ia akan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan terdengar suaranya.
Pada Enrich, selain binatang (animals), Fahma juga melengkapinya dengan buah-buahan (fruits), sayuran (vegetables), furnitur (furniture), dan tubuh manusia (our body). Semuanya bisa diterjemahkan secara ulang alik dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya, lengkap dengan gerak, tulisan, suara, dan iringan musik.
Untuk kreativitas, Fahma tidak harus diajari oleh ayah atau ibunya, Yusi Elsiano. Contohnya saat Fahma membuat games mobile DUIT, ia memasukkan musik hasil permainan gitarnya.
Demikian juga pada Enrich dan Bahana, terdapat permainan gitar dia sendiri. Selain gitar, Fahma juga les komputer kepada seorang mahasiswa ITB, salah seorang murid ayahnya yang menjadi dosen ITB.
Yusep dan Yosi memberi peluang kepada kedua anaknya untuk berkembang. Semua karya Fahma tak ada yang dikomersialkan. Bahana dan Enrich bisa diunduh gratis di Ovi Store Nokia, sedangkan aplikasi lain bisa diunduh langsung dari blog milik ibunya, Perkembangananak.com.
Fahma mulai belajar aplikasi di Power Point saat duduk di kelas IV SD. ”Saya senang ngoprek dan nge-hack. Saya belajar Power Point sampai mentok sebelum belajar Adobe Flash untuk animasi,” kata Fahma yang memperdalam software untuk membuat aplikasi tiga dimensi dan belajar bahasa pemrograman C++.
Di APICTA, Fahma harus bertarung dengan siswa setingkat SMA. Ia mempresentasikan konsep di hadapan juri dengan aplikasi gerak buatannya yang memungkinkan presentasinya lebih menarik dan dinamis.
”Anak-anak Indonesia tak hanya bisa bermain PS (PlayStation), tetapi juga bisa membuat games sendiri yang keren,” kata Fahma tentang perlombaan yang diikutinya.
Software buatan Fahma dan Hania mengalahkan karya peserta dari negara lain dengan nilai ketat, yakni dengan karya peraih merit (runner up) SpringGrass karya Chung Hwa Middle School BSB (Brunei), Auto Temperature Descension Device by Solar Power karya Foon Yew High School (Malaysia), SimuLab karya Pamodh Chanuka Yasawardene (Sri Lanka), dan Destine Strategy karya Rayongwittayakom School (Thailand).
Pada akhir lomba, Fahma dan Hania menantang juri, sebagaimana ia menantang Kompas, mau dibuatkan animasi apa.
”Kok, anak ini berani menantang kami,” kata seorang juri, sebagaimana ditirukan Yusep.
Juri meminta Fahma dan Hania membuat gajah yang bisa bergerak lengkap dengan suaranya. Permintaan ini bisa diluluskan Fahma dalam waktu lima menit. Prestasi yang mendapat sambutan hangat juri dan peserta Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) saat itu.
”Saya bilang sama juri internasional, ’I have proven!’ Saya bisa buktikan bahwa anak-anak Indonesia tidak hanya bisa main games, tapi juga bisa bikin games sendiri,” kata Fahma.
Atas prestasi yang ”spektakuler” untuk anak-anak seusianya, Fahma dan Hania mencetak rekor baru sebagai peserta termuda yang berhasil meraih juara APICTA. Kedua kakak-adik ini juga tercatat sebagai pembuat aplikasi Nokia termuda di dunia!
sumber : http://www.tkjlover.web.id/2011/02/fahma-hania-pembuat-software-mobile.html
@yo Baca Juga
0 komentar:
Posting Komentar